google-site-verification: google81f2ee356101f507.html Rumah Dokumenter Tonny Trimarsanto - Buruh Nulis
Open top menu
Rabu, 09 Januari 2019

Tonny Trimarsanto dan Piala Citra 2017 

KLATEN - Berpengalaman sebagai periset materi visual dan penata artistik untuk sejumlah film layar lebar besutan sutradara Garin Nugroho sejak 1992 - 2000 membuat Tonny Trimarsanto tertantang untuk mencoba pengalaman lain meski masih dalam satu jalur, yakni di dunia film dokumenter.

"Awalnya cuma coba-coba karena penasaran, kenapa film dokumenter di Indonesia tidak sepopuler film-film fiksi atau animasi," kata Tonny saat ditemui Tempo di rumahnya di Perumahan Griya Prima Barat, Kelurahan Belang Wetan, Kecamatan Klaten Utara, Kabupaten Klaten, pada Kamis, 6 Desember 2018.

Selain sebagai sutradara film dokumenter yang kerap meraih penghargaan di festival film internasional, Tonny, 48 tahun, juga dikenal sebagai pendiri Rumah Dokumenter. Didirikan sejak 2002, Rumah Dokumenter adalah sebuah lembaga yang bergerak dalam produksi film dokumenter, mendorong pertumbuhan jejaring dan apresiasi film dokumenter, serta pendidikan untuk film dokumenter.

Namun, jangan membayangkan Rumah Dokumenter layaknya production house atau lembaga resmi pada umumnya di mana anda akan disambut ruangan-ruangan yang berpendingin udara. "Kantornya Rumah Dokumenter itu di dunia maya. Kalau bangunan fisiknya ya di rumah ini," kata Tonny menunjukkan rumahnya yang nyentrik, memadukan arsitektur Jawa berupa pendopo cukup luas untuk ruang tamu dan gaya modern minimalis pada ruang tengah dan belakangnya. 

Tonny mengatakan, rumah yang dia tinggali bersama istri dan tiga anaknya itu semacam tempat singgah bagi siapa saja yang ingin sekadar mengenal hingga benar-benar menyelami dunia film dokumenter. "Di rumah ini siapapun boleh mampir, mau sekadar transit atau menginap, dan belajar bersama membuat film dokumenter. Semuanya gratis, tapi fasilitas seadanya," kata Tonny.

Meski sering kedatangan rombongan pelajar dan mahasiswa dalam program magang atau praktik kerja lapangan (PKL), Rumah Dokumenter belum memiliki sistem kelas reguler. "Dulu pernah buka kelas ide, kelas kreatif, teknik kamera, editing, dan lain-lain. Tapi masih belum nemu format yang tepat karena masih penjajakan, mengingat film dokumenter belum populer. Tapi ada arah ke sana," kata Tonny. 

Hingga kini Rumah Dokumenter masih setia bertahan pada perannya sebagai teman berbagi untuk para calon sineas muda dalam menumbuhkan ide menjadi cerita yang menarik lantas mengemasnya dalam karya film dokumenter. "Jadi semacam sharing partner. Magang di sini harus jadi karya, bukan cuma latihan kerja. Kalau soal teknis kan bisa dipelajari siapapun dengan mudah di internet," kata Tonny.

Setelah selesai membuat karya film dokumenter, para pelajar atau mahasiswa itu diwajibkan mengadakan screening film di Rumah Dokumenter. "Mereka saya minta mengundang teman sebanyak-banyaknya. Setelah itu silakan dipresentasikan lalu didiskusikan. Biar pada berani bicara mengutarakan pendapat atau gagasan. Saya hanya menonton saja," kata Tonny.

Beberapa bulan lalu, ada satu mahasiswi dari Institut Seni Indonesia Denpasar Bali yang mondok di Rumah Dokumenter selama dua bulan untuk membuat karya tentang pengalamannya mengunjungi dan beribadah di sejumlah pura di Klaten. "Karyanya menarik. Dia menemukan banyak perbedaan dalam peribadatan di pura di Klaten dan di Bali. Film itu untuk tugas PKL,” kata Tonny.

Dengan menempatkan Rumah Dokumenter sebagai teman berbagi, Tonny tidak pernah menganjurkan para binaannya membuat karya dengan mengikuti patokan standar kualitas produksi Rumah Dokumenter. Namun, Tonny selalu berpesan kepada binaannya untuk membuat karya yang berbeda, mengangkat tema yang jarang disentuh, tapi tetap mengandung muatan universal.

“Saya tidak mengarahkan, misalnya, harus begini alur ceritanya atau bagaimana cara mengambil gambarnya. Karena itu karya mereka. Banyak yang ke sini hanya demi memenuhi tugas studi. Tapi ada juga yang punya talenta di film dokumenter dan masih sering konsultasi ke sini,” kata Tonny.

Demi menjaga kesinambungan Rumah Dokumenter di sela kesibukannya sebagai pembuat film, juri, kurator, pemateri, dan lain-lain, Tonny membuat grup WhatsApp bagi para binannya sebagai ajang berbagi. “Di grup WhatsApp itu saya sering sharing agenda-agenda seputar film dokumenter hingga informasi tentang festival di luar negeri. Kalau tertarik ya silakan ikut,” kata Tonny.

*
Rumah Dokumenter awalnya adalah sebuah komunitas pelaku film dokumenter yang digawangi Tonny, Heru Mataya, Dani Cupluk, beserta sejumlah praktisi dan akademisi dari Solo Raya dan DIY. Mereka mengusung misi mempopulerkan genre film dokumenter khususnya di Solo Raya.

Sejak didirikan pada 2002, Rumah Dokumenter memiliki kegiatan screening film dokumenter reguler dengan lokasi berpindah-pindah di lingkup Kota Solo. Tiap bulan, para anggota Rumah Dokumenter mengumpulkan karya film dokumenter untuk dikurasi sesuai tema tertentu yang berbeda-beda.

Selain rutin memutar film-film dokumenter, Rumah Dokumenter juga sering menggelar diskusi dengan menghadirkan para pembuat film sebagai pembicara. “Dulu dananya bantingan (patungan) karena tanpa sponsor,” kata Tonny.

Seiring berjalannya waktu, kegiatan screening film reguler itu berangsur mengendur karena para pegiat Rumah Dokumenter mulai sibuk dengan prioritas masing-masing. Namun, hingga kini Tonny masih setia mempertahankan tradisi screening film di rumahnya meski intensitasnya tidak sepadat saat tahun-tahun awal berdirinya Rumah Dokumenter.

“Sampai sekarang film dokumenter masih kurang populer. Banyak yang beranggapan perjalanan film dokumenter hanya sampai pada festival. Pasar film dokumenter masih kecil dan di luar (negeri). Tapi kalau bisa konsisten ya lumayan hasilnya. Di sinilah tantangannya,” kata Tonny.

Namun, Tonny optimistis masa depan film dokumenter di Indonesia akan semakin bersinar pada kurun lima sampai sepuluh tahun mendatang. “Sekarang pemerintah tidak hanya mendukung film fiksi saja, dokumenter juga. Sekarang juga semakin banyak jurusan broadcast, jadi dari awal sudah tahu apa itu film dokumenter,” kata Tonny.

Tagged
Different Themes
Written by Templateify

Aenean quis feugiat elit. Quisque ultricies sollicitudin ante ut venenatis. Nulla dapibus placerat faucibus. Aenean quis leo non neque ultrices scelerisque. Nullam nec vulputate velit. Etiam fermentum turpis at magna tristique interdum.

0 komentar

Recent