google-site-verification: google81f2ee356101f507.html Lapse, Cara Melati Suryodarmo Merespon Chaotic - Buruh Nulis
Open top menu
Kamis, 28 Februari 2019


Tiga penari muda, dua laki-laki dan satu perempuan, menggerakkan tubuh dengan amat pelan di ruang latihan Studio Plesungan. Dalam formasi yang semula melingkar, mereka berjalan mengendap-endap, kepala mendongak, mata nyalang, dan sesekali menepukkan tangan layaknya orang sedang memburu nyamuk atau lalat.
Dengan aba-aba dari sang koreografer, Melati Suryodarmo, mereka kemudian bergerak tak beraturan dengan tempo cepat: berlari, melompat, meliuk, dan berguling. Seperti tidak ada jalan cerita yang jelas dalam proses latihan karya performance art berjudul Lapse itu.
Lapse adalah salah satu karya terbaru Melati, seniman performance art yang karya-karyanya telah ditampilkan di berbagai belahan dunia. Lapse akan ditampilkan perdana di Asia In Dance di Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT), Kota Surakarta, pada Jumat - Ahad, 1 - 3 Maret.
Lapse itu semacam kesalahan kecil, sesuatu yang ganjil dan tidak terduga di selang kehidupan normal. Dalam beberapa hal kita sering menemukan kok ada yang keliru, terasa mengganjal.  Dalam karya yang sebenarnya masih work on progress ini, saya mencari keganjilan-keganjilan itu,” kata Melati Suryodarmo seusai latihan di Studio Plesungan, studio yang dia dirikan sejak 2012 di Desa Plesungan RT 3 RW 2, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar.
*
Lapse lahir dari hasil pengamatan Melati terhadap kondisi kehidupan bangsa Indonesia. “Lapse itu semacam kesalahan yang karena sudah terbiasa kemudian dianggap normal. Di masyarakat kita banyak hal yang salah tapi jadi seperti benar,” kata seniman yang sudah 20 tahun menetap di Jerman itu.
Menurut Melati, lapse sudah mengakar dalam kehidupan sehari-hari di Indonesia, mulai dari hal kecil seperti cara menyeberang di jalan raya sampai cara kampanye politik yang ngawur. “Lihat saja, akhir-akhir ini hoax jadi hal yang lumrah. Lapse ini sumber dari chaotic, ketidakberaturan. Dan, chaotic secara alamiah memiliki sistem sendiri yang baru. Masyarakat musti punya keahlian untuk bertahan di kehidupan yang chaos. Jadinya kembali lagi pada lapse,” kata Melati sambil tertawa.
Dalam merespon lapse dan chaotic tersebut, Melati tidak menyuguhkan koreografi yang runtut seperti karya tari pada umumnya. “Justru sebaliknya, koreografi lapse ini tidak logis. Adegannya patah-patah, tidak nyambung. Seniman tari pasti paham kenapa saya buat seperti itu,” kata Melati.
*
Selain Lapse, ada sejumlah karya performace art dari beberapa koreografer dan penari lain dari Jepang, India, Taiwan, Malaysia, dan beberapa kota di Indonesia yang akan ditampilkan di Asia In Dance di Teater Arena TBJT, Kota Surakarta. Sebagai pertunjukan bertaraf internasional, Asia In Dance yang digelar selama tiga malam tiap pukul 19.00 - 21.30 itu gratis.
Asia In Dance bisa dibilang sebagai ruang yang disediakan oleh suatu gerakan yang berupaya membangun jaringan trans-nasional antarseniman independen di Asia. Gerakan untuk menumbuhkan pemahaman serta toleransi antarseniman dari berbagai latar budaya itu pertama kali diinisiasi oleh dua praktisi sekaligus akademisi performance art perempuan, Prof. Yao Shu Fen dan Dr. Mikuni Yanaihara.
Prof. Yao Shu Fen adalah koreografer dari Taiwan sekaligus pengajar di National Taiwan University of Arts, Taipei. Adapun Dr. Mikuni Yanaihara adalah koreografer dari Jepang yang juga mengajar di Faculty of Performing Arts, Kinday University, Osaka.
“Di Kota Solo ini Asia In Dance yang ketujuh. Yang pertama, awalnya mereka (Yao Shu Fen dan Mikuni) saling bertukar koreografer muda dan penari, bikin karya, lalu dipentaskan di kedua negara. Setelah itu mereka bertemu dengan Jyh Shyong Wong, Mfa. (koreografer dari Malaysia dan pengajar di Dance Department of Cultural Centre, University of Malaya, Kuala Lumpur), kemudian saya (koreografer Indonesia, Direktur Studio Plesungan),” kata Melati.
Misi Asia In Dance itu juga diwujudkan dalam wadah Dance Laboratory Project (D_LAP), sebuah proyek penelitian dan pengembangan yang mengeksplorasi pemahaman antar budaya, persepsi filosofis, pendekatan teknis dan metodis dalam koreografi, tari, dan seni pertunjukan melalui diskusi kritis dan pertukaran praktik.
Lapse yang akan ditampilkan di Asia In Dance merupakan hasil dari kolaborasi silang antar empat koreografer fasilitator tersebut. “Lapse ini pakai lima penari. Tiga penari dari Indonesia dan dua penarinya Yao Shu Fen (Taiwan). Musiknya dari komposer Jepang,” kata Melati.
Tagged
Different Themes
Written by Templateify

Aenean quis feugiat elit. Quisque ultricies sollicitudin ante ut venenatis. Nulla dapibus placerat faucibus. Aenean quis leo non neque ultrices scelerisque. Nullam nec vulputate velit. Etiam fermentum turpis at magna tristique interdum.

0 komentar

Recent