google-site-verification: google81f2ee356101f507.html Telaga Biru, Grand Canyon Bekas Palu Penambang Batu - Buruh Nulis
Open top menu
Kamis, 10 Januari 2019


GUNUNGKIDUL - Suara mesin pemotong batu dan gerinda (grinding wheels) begitu memekakkan telinga saat Tempo mengunjungi lokasi pertambangan batu alam di kawasan Bukit Ngarangan wilayah Dusun Ngentak, Desa Candirejo, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul, DIY, pada akhir pekan lalu.

Siang di bukit tandus yang berbatasan dengan wilayah Kecamatan Watukelir, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, itu terasa jauh lebih menyengat. Selain karena tak banyak pohon yang tersisa untuk berteduh, terik sinar matahari juga dipantulkan oleh remah-remah batu kapur dan bongkahan batu alam yang terserak di areal seluas sekitar satu hektare itu.

"Apakah foto-foto yang beredar di komputer (internet) itu yang membawa anda sampai ke sini?" tanya Kardiyono, salah seorang penambang batu saat menyambut Tempo. 

Setahun lalu, lelaki 56 tahun itu mengatakan, ada seorang fotografer yang memotret lokasi pertambangan batu alam tempatnya bekerja sejak 1996. Fotografer itu memotret dari ketinggian untuk mengabadikan cekungan bekas galian yang terisi air hujan. 

Setelah foto yang disertai keterangan singkat itu diunggah di internet, lokasi pertambangan batu alam yang tersembunyi di balik Jalan Semin-Watukeliritu lekas menjadi buruan para netizen (internet citizen) yang sebagian besar dari kalangan muda. "Sampai di sini, mereka foto-foto lagi, disebar di internet lagi. Jadinya semakin terkenal," kata Kardiyono.

Dari pantauan Tempo, lokasi pertambangan batu di Dusun Ngentak itu memang menyuguhkan panorama yang memukau. Dari puncak bukit yang mengapitnya, genangan air tenang pada cekungan yang berkelok membentuk huruf S itu membiaskan warna biru langit dengan sempurna. Maka itu, lokasi pertambangan tersebut dikenal dengan sebutan Telaga Biru. 

"Entah siapa yang pertama memberi nama itu. Yang jelas, kalau musim kemarau, airnya mengering dan menyisakan cekungan sedalam lima meter," kata Kardiyono.

Diapit tebing terjal bekas aktivitas pertambangan manual, cekungan berair biru itu sekilas mirip Grand Canyon, salah satu dari tujuh keajaiban dunia yang berada di Amerika. Bedanya, tebing-tebing terjal di Grand Canyon diukir secara alami oleh Sungai Colorado selama jutaan tahun. Sedangkan bukit dan cekungan di Telaga Biru terbentuk berkat eksploitasi alam secara besar-besaran sejak 21 tahun lalu. 

"Dulu ada seratusan penambang batu. Semuanya secara manual, hanya menggunakan tatah, palu, dan linggis," kata Kardiyono. Pada 1997, dia berujar, pernah ada investor dari Korea yang mendirikan pabrik pengolahan batu alam tak jauh dari lokasi penambangan. Namun, pabrik itu hanya beroperasi sekitar 1,5 tahun. 

Kini, batu alam yang telah dipotong dan dihaluskan di sekitar lokasi pertambangan itu diekspor ke Korea dan Jepang melalui Bandung. "Rata-rata dalam 3 - 7 hari saya sendiri bisa mengumpulkan satu rit (bak truk). Harganya Rp 50.000 per meter persegi," kata Kardiyono.

Ihwal banyaknya pengunjung yang berdatangan dari berbagai daerah, Kardiyono mengatakan, kecil kemungkinan lokasi pertambangan itu bakal dikelola menjadi obyek wisata, baik oleh warga setempat maupun pemerintah daerah. "Bukit ini milik perorangan, ada sekitar 50 warga pemiliknya, termasuk saya. Bukit ini kelak juga akan habis karena terus ditambang," kata Kardiyono.  

Menurut salah seorang pengunjung Telaga Biru, Hadi Prayitno, 35 tahun, ada perasaan dilematis saat hendak berfoto dengan latar belakang bekas penambangan batu itu. "Memang secara visual menarik. Tapi kok rasanya nggak tega bersenang-senang di atas penderitaan alam," kata warga Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten itu.

Hadi mengaku semula tidak tahu jika Telaga Biru yang fotonya berlalu lalang di media sosial itu adalah lokasi pertambangan batu. "Saya kira memang telaga alami. Kebetulan jaraknya cuma setengah jam dari Klaten, makanya saya sempatkan ke sini," kata pehobi fotografi itu.










Tagged
Different Themes
Written by Templateify

Aenean quis feugiat elit. Quisque ultricies sollicitudin ante ut venenatis. Nulla dapibus placerat faucibus. Aenean quis leo non neque ultrices scelerisque. Nullam nec vulputate velit. Etiam fermentum turpis at magna tristique interdum.

0 komentar

Recent